Tradisi Okokan di Desa Kediri, Tabanan

Di Desa Kediri, Kecamatan Kediri di Kabupaten Tabanan, selama ini telah berhasil melestarikan dan mengembangkan kesenian Okokan, terbukti oleh antusias masyarakat Kediri dalam mementaskan okokan, sehingga bisa menjadi salah satu ciri / ikon Desa Kediri. Tradisi Okokan dilaksanakan warga Tabanan, khususnya Banjar Delod Puri, Desa Kediri, Tabanan.

Okokan merupakan kalung (keroncong) dari kayu yang biasanya digantungkan dileher sapi sebagai kebanggaan. Okokan yang kecil dibuat super jumbo ukuran 90 cm malahan ada yang lebih besar. Okokan jika di goyang mengeluarkan suara yang keras dan bergemuruh jika dimainkan secara beramai-ramai. Secara tertulis memang belum ada prasasti atau lontar yang menuliskan mengenai sejarah tradisi Okokan ini. Namun, masyarakat setempat sudah mempercayai secara turun temurun bahwa tradisi ini sudah ada sejak tahun 1960. Ketika itu, warga Desa Kediri terkena serangan penyakit atau disebut kabrebehan (malapetaka). Kabrebehan ini menyerang warga dari segala usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Penyakitnya pun berbeda-beda, tanpa sebab yang pasti, bahkan ada warga yang meninggal dunia tiba-tiba.

Yang membuat Okokan semakin Mataksu ( punya daya magis) adalah hiasan tapel atau lukisan dengan wajah Boma. Boma merupakan ciri khas Okokan dimiliki Desa Kediri yang memiliki makna keangkaramurkaan atau kemarahan. Sehingga, melaksanakan tradisi ini dipercaya akan mampu menetralisasi sifat-sifat negatif yang ada di Desa Kediri. Tak hanya itu, Okokan ini juga dihiasi seperti wastra (kain)  berwarna poleng atau hitam putih. Biasanya tradisi ini dilaksanakan oleh 40 hingga 50 orang yang mengenakan pakaian khusus yang sudah ada. Kemudian, pelaksanaannya juga dikomandoi  seorang penabuh yang memainkan kleneng. Semakin cepat tempo kleneng akan diikuti oleh tempo Okokan yang juga  diiringi gamelan Baleganjur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *