Tari Rejang Ayunan Sebagai Sarana Upacara

Menurut Bapak I Wayan Simpen AB, seorang ahli sejarah dan sastra daerah mengatakan mengatakan bahwa : “Ayunan adalah suatu permaianan yang mempergunakan tali yang mana ujung-ujung tali tersebut diikatkan pada cabang-cabang pohon”.

Dari keterangan tersebut diatas dapat ditarik suatu penegrtian bahwa Tari Rejang Ayunan adalah Tari Rejang yang bermaian ayuanan. Terbukti setelah para penari berkeliling sebanayak tiga kali putaran di “Jaba Tengah” mereka langsung menuju pohon cempaka yang ada di “Jabaan” untuk bermain ayunan pada salah satu ujung tali yang sudah disediakan sebelumnya dengan    cara bergelantungan. FungsiTari Rejang Ayunan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Upacara Dewa Yadnya di Pura Puseh Bale Agung, karena tanpa tarian ini upacara dianggap  kurang sempurna.

Dilihat dari segi fungsinya tari-tarian Bali dapat diklasifikasikan sebagai  berikut :Seni Tari Wali (sacral, religius dance) ialah : Seni yang dilakukan di Pura-pura dan ditempat-tempat yang ada hubungannya dengan upakara dan upacara agama yang pada umumnya  tidak menggunakan lakon.Seni Tari Bebali (ceremonial dance), ialah segala seni tari yang berfungsi sebagai pengiring upacara atau upakara di pura-pura ataupun diluar pura serta pada  umumnya memakai lakon.Seni Tari Balih-balihan (secular dance) ialah : segala seni tari yang mempunyai unsur dasar dan seni tari yang luhur yang tidak digolongkan Tari Wali dan Tari Bebali serta mempunyai fungsi sebagai hiburan (Banden dan Dibia, 1975 : 4)

Sesuai dengan ketentuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Tari rejang Ayunan merupakan tarian sakral yang tergolong dalam Seni Tari Wali, disebabkan karena Tari Rejang Ayunan tersebut tidak memakai lakon. Yang berfungsi sebagai sarana di dalam pelaksanaan upacara serta tidak pernah dipentaskan di luar dari upacara Dewa Yadnya di Pura Puseh Bale Agung   desa Pupuan.PerkembanganTari Rejang Ayunan dipentaskan pada saat puncak upacara Ngusaba Tegteg di pura Puseh Bale Agung desa Pupuan, yang sampai sekarang tetap dilaksanakan secara aktif. Melihat perkembangan Tari Rejang Ayunan yang paling menonjol adalah  dari segi tata busananya.Pan Narin selaku kalian adat menerangkan, bahwa pada jaman dahulu dilihat dari segi tata busananya adalah penari Rejang bebas menggunakan pakaian yang berwarna-warni sesuai dengan kemampuan dari masing-masing penari. Sehingga terlihat jelas perbedaan antara kaya dan miskin. Atas prakarsa Bapak I Nengah Winata selaku Bendesa Adat, maka pakaian penari Rejang tersebut di seragamkan yang tidak jauh berbeda dengan yang aslinya. Perubahan itu baru dilaksanakan untuk pertama kali pada tanggal 13 Oktober  1984 yang lalu.Di dalam segi tata rias, dari dahulu hingga sekarang tetap utuh atau tidak mengalami perubahan. Penari Tari Rejang Ayunan tidak memakai alat-alat kosmetika seperti  bedak, lipstik, pensil alis-alis dan sebagainya.

I Nengah Winata dianggap sebagai inferman yang paling mampu memberi keterangan bahwa Tari Rejang Ayunan yang ada di Desa Pupuan belum pernah mengadakan perubahan selain dari segi tata busana, baik dari segi komposisi maupun dari segi perbendaharaan gerak. Karena merupakan gerakan yang diterima sebagai warisan dari masa ke masa. Di mana Tari Rejang Ayunan ini sianggap sakral oleh masyarakat setempat, merupakan hal yang harus dipertahankan. Tari Rejang Ayunan mengalami perubahan hanya dari segi tata busana, itupun di ssuaikan dengan aslinya.Keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang mengalami perkembangan pada Tari Rejang Ayunan  tersebut hanya dari segi tata busananya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *