Tari Oleg Tambulilingan

Mendobrak Kebekuan

Lalu, siapa I Ketut Marya atau I Mario? Ia lahir pada 1897, anak bungsu lima bersaudara dari keluarga petani miskin asal Banjarangkan, Klungkung. Ayahnya meninggal ketika Mario berumur enam tahun. Musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan penderitaan para petani, memaksa keluarga Mario mengungsi ke arah Barat hingga sampai di Desa Tunjuk, Tabanan. Ni Mentok, ibu Mario, bersama anak-anaknya kemudian “dipungut” oleh saudagar Cina, Tan Khang Sam. Sifat Mario yang humoris dan pemberani ternyata menarik simpati majikannya. Suatu hari, Mario diajak ke Puri Kaleran, Tabanan, untuk urusan dagang.

Penampilan Mario yang sopan menarik simpati raja sehingga Mario sekeluarga dijadikan abdi Puri. Dalam suasana Puri yang sering mementaskan tetabuhan dan tari-tarian, membuat Mario selalu duduk dekat gamelan dan kadang-kadang menari sendirian. Raja pun melihat bakat Mario sehingga ia dicarikan guru tari ke Mengwi. Maka, pada umur sembilan tahun, Mario telah menguasai beberapa tarian. Penampilan Mario mulai diperhitungkan oleh penari senior. Guru tarinya meramalkan bahwa kelak Mario akan menjadi penari besar karena gerakan tubuhnya lentur, ekspresi wajah penuh kejiwaan seirama dengan iringan gamelan.

Sekeha Gong Pangkung yang sering tampil di Puri Kaleran memiliki peran sangat penting bagi sosok Mario. Tahun 1922, Mario telah mempelajari tabuh kakebyaran yang “lahir” di Buleleng pada 1915. Mario pun dilatih oleh Wayan Sembah dan Wayan Gejir.

Salah satu tari ciptaan Mario adalah Kebyar Duduk. Ceritanya, suatu hari pada 1929, Mario menonton latihan gong kebyar di sebuah desa dekat Busungbiu, Buleleng. Salah seorang pemain kendang sempat melihat Mario menari Gandrung dan memintanya menari diiringi gending kebyar yang sedang dimainkan. Mario secara spontan menari sesuai irama gamelan. Sebagai penari Gandrung, Mario ingin mencari pasangan menari, namun tak berhasil karena berada di tengah kalangan yang dikitari gamelan dan penabuh. Dasar seniman kreatif, akhirnya Mario menjawat pemain kendang. Sambil bermain, pemain kendang pun ternyata merespons tarian Mario. Maka, secara spontan lahirlah tarian Kebyar Duduk.

Pada kesempatan lain, Mario yang suka bercanda merampas panggul pemain terompong dan secara improvisasi memainkan panggul itu mengikuti gending yang sedang dimainkan. Dari situ, maka terciptalah tari Kebyar Terompong. Tari ini selanjutnya disempurnakan saat Mario menjadi penari tetap Gong Belaluan untuk menghibur wisatawan di Bali Hotel, Denpasar. Sejak itu, nama Mario menjulang tinggi karena ia berani mendobrak kebekuan keberadaan seni tari Bali dengan penampilan baru. Boleh jadi, fenomena itu sebagai ikon yang paling fantastis bagi pembaruan  gong kebyar di Bali Selatan.I Mario memang telah pergi untuk selama-lamanya pada 1978.

Namun namanya telah melegenda. Ia telah mendapat dua anugerah seni secara bersamaan pada 17 Agustus 1961, berupa Dharma Kusuma dan Wijaya Kusuma. Pemda Tabanan pada 1980 telah memberikan penghargaan Dharma Kusuma Madya. Untuk mengenang Mario dengan karya seninya, namanya telah terpateri sebagai Gedung Mario, sebuah bangunan serbaguna di jantung Kota Tabanan. Pun tari Oleg Tamulilingan sebagai simbol percintaan, dijadikan patung monumen penghias halaman gedung itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *