Jatiluwih

Tentang  Jatiluwih

Jati Luwih memiliki hawa sejuk karena terletak pada ketinggian 7000 meter di atas permukaan laut. Selain potensi alamnya, Jati Luwih menyimpan pula potensi budaya terutama peristiwa sejarah pembangunan sebuah pura yang ada kaitannya dengan nama kekuasaan raja Ida Dalem Waturenggong di keraton Gelgel (1460-1551).

Obyek wisata Jatiluwih terletak 48 km dari Denpasar. Lokasinya 28 Km di bagian utara kota Tabanan. Jatiluwih terkenal dengan panorama persawahannya yang indah. Jatiluwih merupakan daerah yang berdekatan dengan Gunung Batukaru dan terletak pada ketinggian 700 m diatas permukaan laut. Sebagian besar daerahnya merupakan daerah persawahan yang dibuat berundak (terasiring) atau dikenal dengan sawah berteras khas Bali yang akan membuat Anda semakin mengangguminya. Daerah persawahan ini berbentuk teras dengan luas sekitar 636 hektar memakai sistem pengairan subak yaitu sistem pengairan atau irigasi tradisional Bali yang berbasis budaya dan masyarakat.

Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik. Yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan Dewi Sri.

Obyek wisata Jatiluwih ramai dikunjungi para wisatawan nusantara dan mancanegara yang ingin menikmati hawa sejuk dan keindahan serta hamparan sawah yang berundak. Setiap 210 hari sekali yaitu pada hari Rabu Kliwon Ugu adalah hari upacara Petoyan yang menggelar juga tarian  Wali Pendet yang bersifat sakral. Jati Luwih sebagai obyek wisata alam sesungguhnya sudah dikenal sejak kekuasaan Belanda Bali (1910-1942). karena di sebelah Barat Desa Jati Luwih Belanda sempat mendirikan markas Besar Keamanan Belanda yang pada jaman itu sampai saat kini oleh masyarakat sekitarnya tempat itu disebut sebagai Tangsi Belanda.

Akan tetapi jalan yang menghubungkan ke obyek tersebut rusak maka tidak banyak wisatawan yang berkunjung kesana untuk menikmati panorama yang indah, sejuk dan menyegarkan. Kondisi tidak terpelihara ini berlangsung hingga tahun 1970 dan sesudah itu berkat bantuan dana pemerintah, pembangunan infrastruktur semakin mendapat perhatian. Ternyata jalan-jalan aspal yang telah dibangun itu dapat mengangkat nama Jati Luwih menjadi obyek wisata alam bagi para pengunjung. Selain menikmati keindahan kesejukan panorama alam pegunungan, Jati Luwih juga meyimpan atraksi upacara keagamaan yang unik setiap 210 hari sekali yaitu pada hari Wali, Petoyan, Patirtan, Rabu kliwon Ugu. Pada upacara puncaknya dipentaskan juga tarian  Wali Pendet yang sakral.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *